Abstrak
Pasal 27 ayat (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, yang selanjutnya disebut dengan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dianggap sebagai ketentuan yang dapat membatasi kebebasan berekspresi karena penafsiran tentang rumusan “penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” masih cukup bias, tidak konkrit dan rawan untuk disalahgunakan. Anggapan tersebut tidak tepat karena lahirnya UU ITE sebagai sebuah bentuk respon hukum atas perkembangan kehidupan masyarakat menuju era digital merupakan sebuah kewajaran merujuk pada konsep law as a tool of sosial engineering, begitu pun dengan ketentuan pasal 27 ayat (3) peraturan tersebut juga tidak mengandung norma yang salah dan telah secara tegas ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa penafsiran atas “penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” harus mengacu pada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adanya potensi penyalahgunaan pasal untuk membatasi kebebasan berekspresi bukan merupakan alasan yang relevan untuk mencabut pasal ini. Penyalahgunaan ketentuan hukum sepenuhnya terkait dengan sikap, konsistensi, serta kompetensi dalam penerapan hukum oleh para pihak yang melaksanakannya, sehingga penerapan hukum yang tidak baik, tidak konsisten, atau tidak kompeten tidak dapat menjadi dasar untuk menghapuskan suatu ketentuan hukum.
Kata Kunci : Hak Asasi Manusia, Kebebasan Berekspresi, Teknologi Informasi, Penerapan Hukum, Penyalahgunaan Wewenang
JURNAL HUKUM : KEBEBASAN BEREKSPRESI MENURUT PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Post a Comment
Post a Comment