Abstrak
Pada studi Self-talk as a regulatory mechanism: How you do it matters (Kross dkk., 2014) menunjukkan penggunaan nama saat melakukan strategi berbicara pada diri sendiri (selftalk) dapat digunakan sebagai mekanisme regulasi diri terhadap pemicu stres di masa depan. Namun, di Indonesia terdapat budaya yang masyarakatnya terbiasa menyebut diri dengan nama saat berinteraksi sehari-hari. Penelitian ini berupaya memahami pengaruh strategi penggunaan nama saat self-talk terhadap mekanisme regulasi diri terhadap pemicu stres di masa depan pada individu yang telah terbiasa menyebut diri dengan nama. Penelitian dilakukan dalam dua studi (N=195) dengan kriteria mahasiswa aktif. Studi 1 merupakan replikasi studi pada penelitian Kross dkk. (2014). Sementara pada studi 2 dilakukan pengujian serupa studi 1 namun menggunakan partisipan yang terbiasa menyebut diri dengan nama. Hasil analisis studi 1 menunjukkan bahwa partisipan pada kondisi jenis self-talk menggunakan nama (M= 0,913; SD=0,417) menilai pemicu stres di masa depan sebagai tantangan daripada ancaman dibandingkan dengan partisipan pada kondisi kata ganti orang pertama (M= 0,732; SD=0,368). Perbedaan ini signifikan (t(98) = -2,31, p<0,05). Sementara, pada partisipan yang terbiasa menyebut diri dengan nama, penilaian pemicu stres di masa depan tidak berbeda secara signifikan antara kondisi penggunaan nama (M=0,71; SD= 0,29) dan kondisi kata ganti orang pertama (M=0,65; SD=0,27) dengan hasil uji-t sebagai berikut, t(93) = -1,107, p>0,05. (Studi 2). Artinya, strategi self talk menggunakan nama terhadap mekanisme regulasi diri pada individu yang terbiasa menyebut diri dengan nama tidak mampu mengubah penilaian (dari ancaman menjadi tantangan) pemicu stres di masa depan.
keyword : jurnal psikologi, jurnal psikologi sosial, skripsi psikologi, self-talk; regulasi diri
Post a Comment
Post a Comment